Minggu, 31 Oktober 2010

Danau Sentani Akan Dijadikan Model DAS

Danau Sentani akan dijadikan sebagai model pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) terpadu dengan luas sebesar 77.682 hektar. DAS Sentani dianggap penting, karena posisinya yang strategis terletak dalam lintas wilayah adminitrasi Kabupaten Jayapura 49%, Kota Jayapura 44% dan sebagian kecil masuk dalam wilayah Kabupaten Keerom 7%. Penegasan ini sebagaimana dikemukakan Ketua Forum DAS Papua Frans E.
Wospakrik kepada pers, Kamis (14/10) di Swiss belhotel Jayapura disela–sela acara Lokakarya tentang Membangun Kesepahaman dan Kesepakatan DAS terpadu di Propinsi Papua dan Menginisiasi Pengelolaan DAS Sentani sebagai model Pengelolaan DAS Terpadu.
Ia mengatakan kawasan cagar alam Cyclops terletak di hulu DAS Sentani, sehingga berperan sebagai pengatur tata air dan sumber penyedia air bersih bagi masyarakat kabupaten dan Kota Jayapura. Selain itu, dapat mengatur iklim mikro, penyedia  pasokan oksigen (O2) diudara, mengurangi emisi karbondioksida (co2).
Dengan kedudukan DAS Sentani yang terletak di pusat pengembangan pembangunan kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura, maka wilayah ini juga sering mengalami tekanan karena desakan kebutuhan pengembangan pembangunan dari kebijakan berbagai sektor, baik melalui program pemerintah kabupaten dan kota Jayapura serta provinsi. Disamping itu, tekanan juga muncul dari adanya pemanfaatan lahan oleh masyarakat adat setempat, aktivitas perambahan hutan serta pengambilan kayu dan perladangan, penambangan galian C (kerikil, batu dan pasir),
penambangan emas rakyat maupun pengembangan pembangunan pemukiman.
Berdasarkan hasil analisis GIS Balai Pengelolaan DAS Mamberamo, bahwa rata–rata erosi yang terjadi di DAS Sentani sebesar 48.8 ton/ha/tahun. Jumlah ini telah melewati ambang batas toleransi yang diperkenankan yakni 12,5 ton/ha/tahun (PP No.150 tahun 2000). Kondisi ini disebabkan sifat tanah yang peka terhadap erosi, curah hujan yang tinggi dan topografi yang terjal, sehingga terjadi sedimentasi menyebabkan alur sungai menjadi dangkal dan mengurangi daya tampung sungai serta pada akhirnya material yang terbawa air bermuara ke Danau Sentani.
Hal penting lain yang perlu menjadi catatan, kata dia, berdasarkan analisa citra dari data 5 tahun terakhir, rata–rata laju kerusakan penutupan hutan pertahun di DAS Sentani seluas 195,4 ha (0,74%) dari lahan kritis seluas 26.584 ha di Propinsi Papua. Kerusakan DAS Sentani ini berdampak pada penurunan debit air (48 – 60%) pada beberapa sungai yang dijadikan sebagai intake air minum oleh PDAM Jayapura  pada musim kemarau. “Maka itu, hal ini perlu menjadi perhatian agar DAS Sentani bisa berperan positif sebagai pengatur tata air dan sumber penyedia air bersih bagi kepentingan masyarakat banyak,” ujarnya.
Sementara itu, kegiatan Lokakarya tersebut dibuka oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Ir Marthen Kayoi serta dihadiri Wakil Ketua Forum DAS Nasional Prof Naek Sinukaban, serta Direktur Utama PT Krakatau Tirta Industri Muh Balbae.

0 komentar:

Posting Komentar